Kamis, 05 November 2009

ED PSAK 26 (revisi 2008) vs PSAK 26 (1997) tentang Biaya Pinjaman

ED PSAK 26 (revisi 2008) vs PSAK 26 (1997) tentang Biaya Pinjaman

Pada tanggal 26 Pebruari 2008, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI telah menyetujui 3 Exposure Draft (ED) Konvensional yaitu ED PSAK 14, ED PSAK 26 dan ED PSAK 58. Ketiga ED PSAK ini disetujui untuk disebarluaskan dan ditanggapi oleh kalangan anggota IAI, Dewan Konsultatif SAK, Dewan Pengurus Nasional IAI, perguruan tinggi dan individu/organisasi/lembaga lain yang berminat.

Adapun ED PSAK 26 (revisi 2008) merupakan revisi atas PSAK 26 (1997) tentang Biaya Pinjaman yang merupakan adopsi seluruh IAS 23 (2007) Borrowing Cost, kecuali untuk beberapa paragraf berikut :

  1. IAS 23 paragraf 9 tentang pelaporan keuangan dalam ekonomi hiperinflasi yang kemudian menjadi PSAK 26 paragraf 9 karena belum mengadopsi IAS 29 : Financial Reporting in Hyperinflationary Economies.
  2. IAS 23 paragraf 18 tentang hibah dan bantuan pemerintah yang kemudian menjadi PSAK 26 paragraf 18 karena belum mengadopsi IAS 20 : Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance.

Secara umum, perbedaan ED PSAK 26 (revisi 2008) dibandingkan dengan PSAK 26 (1997) tentang Biaya Pinjaman adalah sebagai berikut :

  1. ED PSAK 26 (revisi 2008) mengadopsi seluruh pengaturan dalam IAS 23 (2007) Borrowing Cost, kecuali untuk beberapa paragraf seperti yang dijelaskan di atas.
  2. Prinsip inti ED PSAK 26 (revisi 2008) menyatakan bahwa biaya pinjaman yang memenuhi syarat diakui sebagai bagian biaya perolehan aset kualifikasian, sedangkan biaya pinjaman lainnya diakui sebagai beban. Hal ini tidak ada dalam PSAK 26 (1997). Biaya pinjaman dalam PSAK 26 (1997) diakui sebagai beban kemudian apabila memenuhi persyaratan maka dikapitalisasi ke biaya perolehan aset.
  3. ED PSAK 26 (revisi 2008) memberikan contoh beberapa aset kualifikasian dimana tidak ada dalam PSAK 26 (1997)
  4. ED PSAK 26 (revisi 2008) lebih memperjelas dan merinci kapan dan syarat-syarat dimulainya kapitalisasi biaya pinjaman dibandingkan PSAK 26 (1997)
  5. ED PSAK 26 (revisi 2008) mengatur penghentian sementara jika tidak ada kegiatan pengembangan aset kualifikasian secara aktif, sementara PSAK 26 (1997) mengatur jika ada penangguhan kegiatan untuk periode yang cukup lama.
  6. ED PSAK 26 (revisi 2008) menambahkan penjelasan mengenai kegiatan modifikasi minor yang masih memenuhi persyaratan berakhirnya kapitalisasi biaya pinjaman.

Lebih jelasnya, beberapa perubahan penting tersebut diantaranya adalah :

ED PSAK 26 (revisi 2008) paragraf 1, Prinsip Inti menjelaskan bahwa “Biaya Pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi, atau produksi aset kualifikasian adalah bagian dari biaya perolehan aset tersebut. Biaya pinjaman lainnya diakui sebagai beban“.

Bandingkan dengan PSAK 26 (1997) paragraf 1, Tujuan yang menjelaskan bahwa “Tujuan Pernyataan ini adalah untuk menentukan perlakuan akuntansi atas biaya pinjaman. Secara umum Pernyataan ini mengharuskan pembebanan segera biaya pinjaman pada saat terjadinya. Akan tetapi untuk biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan, konstruksi, atau produksi dari suatu qualifying aset, Pernyataan ini mengharuskan kapitalisasi biaya pinjaman tersebut“.

Pada bagian Ruang Lingkup, ED PSAK 26 (revisi 2008) menambahkan paragraf 4 sebagai berikut : Pernyataan ini tidak diterapkan untuk biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi atau produksi dari :

  1. Aset kualifikasian yang diukur pada nilai wajar, misalnya aset biolojik; atau
  2. Persediaan yang dipabrikasi atau diproduksi dalam jumlah banyak yang berulang (repetitive basis)

Dalam paragraf 6, ED PSAK 26 (revisi 2008) menambahkan satu point (d) yang meliputi biaya pinjaman termasuk beban keuangan sewa pembiayaan yang diakui sesuai dengan PSAK 30 mengenai Sewa.

Dalam paragraf 7 PSAK 26 (1997) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Aset Tertentu (qualifying assets) antara lain adalah persediaan barang tertentu, pabrik dan pembangkit tenaga listrik.

Sedangkan paragraf 7 ED PSAK 26 (revisi 2008) dijelaskan bahwa “Berikut ini, tergantung keadaan, adalah aset kualifikasian :

  1. Persediaan
  2. Pabrik manufakturing
  3. Fasilitas pembangkit listrik
  4. Aset tidak berwujud
  5. Properti investasi

Aset keuangan dan persediaan yang dipabrikasi atau diproduksi selama periode waktu yang pendek tidak termasuk aset kualifikasian.

Paragraf 17 ED PSAK 26 (revisi 2008) menyatakan bahwa : Entitas harus mulai mengkapitalisasi biaya pinjaman sebagai bagian biaya perolehan aset kualifikasian pada awal tanggal. Awal tanggal kapitalisasi adalah tanggal ketika entitas pertama kali memenuhi semua kondisi berikut :

  1. Terjadinya pengeluaran untuk aset;
  2. Terjadinya biaya pinjaman; dan
  3. Entitas telah melakukan aktivitas yang diperlukan untuk menyiapkan aset untuk digunakan atau dijual sesuai dengan maksudnya.

Sedangkan PSAK 26 (1997) paragraf 17 mengatur bahwa : Kapitalisasi biaya pinjaman sebagai bagian dari biaya perolehan suatu aset dimulai ketika :

  1. Pengeluaran untuk aset tersebut telah mulai dilakukan;
  2. Biaya pinjaman sedang terjadi;
  3. Aktivitas yang dibutuhkan untuk mempersiapkan pembangunan atau memproduksi aset tertentu sedang berlangsung.

Berkaitan dengan pengaturan mengenai Penghentian Sementara Kapitalisasi Biaya Pinjaman, ED PSAK 26 (revisi 2008) paragraf 20 menjelaskan bahwa Entitas harus menghentikan sementara kapitalisasi biaya pinjaman selama perpanjangan periode dimana dilakukan penghentian sementara pengembangan aset kualifikasian secara aktif. Sedangkan PSAK 26 (1997) paragraf 20 mengatur bahwa Kapitalisasi biaya pinjaman harus dihentikan apabila, dalam suatu periode yang cukup lama perusahaan menangguhkan atau menunda aktivitas perolehan, pembangunan ataupun produksi.

ED PSAK 26 (revisi 2008) juga mengatur mengenai masa transisi dalam paragraf 27 dan 28 sebagai berikut :

  • ketika penerapan Pernyataan ini mengakibatkan perubahan kebijakan akuntansi, maka entitas harus menerapkan Pernyataan ini untuk biaya pinjaman yang berkaitan dengan aset kualifikasian untuk tanggal awal kapitalisasi pada atau setelah tanggal efektif (paragraf 27);
  • namun, entitas dapat menentukan tanggal tertentu sebelum tanggal efektif dan menerapkan Pernyataan ini untuk biaya pinjaman yang terkait dengan aset kualifikasian dimana awal tanggal kapitalisasi pada atau setelah tanggal tertentu tersebut (paragraf 28).

Pernyataan ini berlaku mulai 1 Januari 2009. Penerapan lebih dini diperkenankan. Jika diterapkan lebih dini sebelum tanggal efektif 1 Januari 2009, maka hal tersebut harus diungkapkan (paragraf 29 tentang Tanggal Efektif).

AUDITING DAN PROFESI AKUNTAN PUBLIK

AUDITING DAN PROFESI AKUNTAN PUBLIK

  1. SEJARAH PROFESI AKUNTAN

Profesi auditing telah di mulai paling tidak sejak abad ke 15. asal muasal profesi ini berdiri sebenarnya di pertentangkan para ahli. Namun mulanya pada abad 15 di inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang di sebut auditor di minta untuk memeriksa apakah ada kecurangan yang terdapat di pembukuan atau di laporan yang di sampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.

Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk di kelola atau di manfaatkan untuk kegiatan dagang yang hasilnya nanti akan di bagi antara pemilik dan pengelola modal tadi. Namun semakin besar volume besar kegiatan usaha, pemilik dana kadang – kadang merasa was – was seolah – olah modalnya di salah gunakan oleh pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak objektif yang mungkin dapat menguntungkan pribadinya.

Sejarah perkembangan auditing ini (Baily, 1980) di bagi dalam 4 periode sebagai berikut :

o Pra Revolusi Industri

Sebelum revolusi industri, profesi auditing ini belum di kenal secara resmi di Amerika ataupun di Inggris. Namun terdapat bebrapa fungsi yang dapat di samakan dengan fungsi pemeriksaan ini. Tujuan audit pada masa ini adalah untuk membuat dasar pertanggung jawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik dana.

o Masa Revolusi Industri tahun 1900

Sebagaimana pada periode sebelumnya pendekatan audit yang bersifat 100 % dan fungsi audit untuk menemukan kesalahn masih relatif tidak banyak berubah. Namun karena munculnya perkembangan ekonomi setelah revolusi industri yang banyak melibatkan modal, faktor produksi, serta organisasi maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal. Sistem akuntansi dan pembukuan juga semakin rapi. Secara resmi di Inggris telah dikeluarkan undang-undang perusahaan tahun1882, dalam peraturan ini diperlukan adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa independent untuk perusahaan yang menjual saham. Inilah asal mula profesi akuntan secara resmi.

o Tahun 1900-1930

Periode berikutnya dalam sejarah auditing adalah sejak tahun 1900 pada saat munculnya perusahaan-perusahaan besar baru dan pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Pelaksanaan audit telah dimulai dengan menggunakan dengan cara pemeriksaan secara pengujian karena semakin banyak sistem akuntansi/administrasi pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan lagi untuk menemukan penyelewengan terhadap kebenaran laporan neraca dan laporan laba rugi. Pada saat ini yang memerlukan jasa pemeriksaan bukan saja pemilik dan kreditor tetapi juga pemerintah dalam menentukan besarnya pajak.

o Tahun1930-Sekarang

Sejak tahun 1930 perkembangan bisnis terus merajalela demikian juga perkembangan sistem akuntansi yang menerapkan sistem pengawasan intern yang baik. Keadaan ini didorong oleh sistem ekonomi pasar yang murni dan perkembangan pasar modal yang semakin pesat yang membedakan pemilik modal dengan manager profesional.

  1. CIRI –CIRI PROFESI :

o Memiliki bidang ilmu yang di tekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam melaksanakan ke profesiannya.

o Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.

o Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang di akui masyarakat / pemerintah.

o Keahliannya di butuhkan masyarakat.

o Bekerja bukan motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat.

  1. JASA YANG DI HASILKAN OLEH PROFESI AKUNTAN PUBLIK

o Jasa Assurance

Adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambilan keputusan.

Contoh jasa assurance adalah jasa pengujian berbagai produk oleh organisasi konsumen, jasa pemeringkatan televisi.

o Jasa Atestasi

Adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai, dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah di tetapkan. Asersi adalah pernyataan yang di buat oleh satu pihak yang secara implisit dimaksutkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ke tiga).

Jasa atestesi profesi akuntan publik dapat dibagi menjadi 4 jenis :

1. Audit

2. Pemeriksaan (examination)

3. Review

4. Prosedur yang disepakati (agrred-upon procedure)

Definisi auditing

Secara umum auditing adalah suatu proses secara sisitematik memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi.

Auditing ditinjau dari sudut profesi akuntan publik

Adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar.

Laporan audit (audit report)

Sebelum mempelajari prosedur audit perlu dipahami isi laporan audit supaya auditing lebih terarah. Laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat dalam laporan itu auditor menyatakan pendapat kewajaran laporan keuangan.

AUDIT LAPORAN KEUANGAN & LAPORAN AUDIT

Ada empat alasan perlunya audit atas laporan keuangan, yaitu:

  1. Adanya perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemakai laporan keuangan (Conflict of Interests)
  2. Adanya konsekuensi
  3. Adanya kompleksitas penyajian laporan keuangan
  4. Keterbatasan akses dari para pemakai laporan keuangan.

Manfaat audit ditinjau dari segi ekonomis:

  1. Meningkatkan kreditbilitas perusahaan
  2. Meningkatkan efisiensi dan kejujuran
  3. Meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
  4. Mendorong efisiensi pasar modal.

Manfaat audit ditinjau dari sisi pengawasan:

  1. Preventive Control
  2. Detective Control
  3. Reporting Control

Pemisahan tanggung jawab manajemen dan auditor

Manajemen

Auditor Independen

Tanggung jawab utama

Membuat laporan keuangan

Mengaudit Laporan Keuangan

Hasil akhir

Laporan Keuangan

Laporan Auditor Independen

Kriteria dasar tanggung jawab

Standar Akuntansi Keuangan

Standar Auditing

Auditor harus menjaga hubungan baik dengan:

  1. Manajemen
  2. Dewan komisaris (Board of Directors)
  3. Auditor Interen
  4. Pemegang Saham

Khususnya dengan auditor interen, auditor independen kadang diminta untuk menelaah dan menilai kualitas kinerja auditor interen . Di samping itu, auditor interen dapat membantu auditor independen pada saat penilaian struktur pengendalian interen perusahaan klien. Meski demikian, auditor interen tidak dapat menggantikan pekerjaan auditor independen.

Auditor independen perlu menentukan pengaruh pekerjaan auditor interen terhadap pekerjaannya. Oleh karena itu, auditor independen harus:

  1. Menentukan kompetensi dan obyektivitas auditor interen
  2. Memeriksa kualitas pekerjaan auditor interen.

Perbedaan & Hubungan Akuntansi Keuangan dan Audit Laporan Keuangan:

AKUNTANSI AUDITING


Arti wajar (Fair) dalam auditing:

1. Bebas dari keragu-raguan dan ketidakjujuran (free from bias and dishonesty)

2. Lengkap informasinya (Full disclosure)

Jenis pendapat auditor:

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian

2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan penjelasan

3. Pendapat wajar dengan pengecualian

4. Pendapat tidak wajar

5. Pernyataan tidak memberikan pendapat

Kondisi yang perlu penyimpangan

TINGKAT MATERIALITAS

Tidak material

Material tapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan

Material hingga kewajaran dipertanyakan

Masalah auditing

1.Pembatasan lingkup oleh klien atau kondisi

2.Penggunaan auditor lain

Wajar tanpa pengecualian

Wajar tanpa pengecualian

Wajar dengan pengecualian

Wajar tanpa pengecualian

Penolakan Pemberian Pendapat

Tidak dapat diterapkan

Masalah akuntansi

1.Laporan keuangan tidak disajikan sesuai PABU

2.Prinsip akuntansi tidak diterapkan secara konsisten

3.Penekanan pada suatu masalah

Wajar tanpa pengecualian

Wajar tanpa pengecualian

Tidak dapat diterapkan

Wajar dengan pengecualian

Wajar tanpa pengecualian dengan kalimat penjelas

Wajar tanpa pengecualian dengan kalimat penjelas

Tidak wajar

Wajar tanpa pengecualian dengan kalimat penjelas

Wajar tanpa pengecualian dengan kalimat penjelas

Ketidakpastian

1.Adanya ketidakpastian

Wajar tanpa pengecualian

Wajar tanpa pengecualian dengan kalimat penjelas

Wajar tanpa pengecualian dengan kalimat penjelas

Masalah Auditor

1. Auditor tidak independen

Penolakan pemberian pendapat

Expectation Gap:

Perbedaan antara apa yang diharapkan masyarakat dan pemakai laporan keuangan dengan apa yang sesungguhnya menjadi tanggung jawab auditor.

KERTAS KERJA AUDIT

Kertas kerja audit adalah catatan-catatan yang diselenggarakan auditor yang berisi megenai prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan kesimpulan yang dibuatnya berkenaan dengan pelaksanaan audit, sehingga bisa dikatakan sebagai bukti bahwa auditor telah bekerja mengumpulkan bukti audit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk, dan isi kertas kerja yang diperlukan, yang akan digabungkan dalam satu kertas kerja pada waktu melaksanakan penugasan audit:

1. Sifat penugasan auditor

2. Sifat laporan audit

3. Sifat laporan keuangan, daftar dan keterangan yang perlu bagi auditor dalam pembuatan laporan

4. Sifat dan kondisi catatan klien

5. Tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan oleh auditor

6. Kebutuhan dalam keadaan tertentu untuk mengadakan supervisi dan reviu atas pekerjaan yang dilakukan para asisten

Tujuan pembuatan dan penyimpanan kertas kerja:

1. Memberi dukungan yang prinsipal atas laporan audit.

2. Sebagai alat untuk melakukan koordinasi, mengorganisasi dan mengawasi pelaksanaan seluruh tahapan audit

3. Bukti bahwa audit telah dilakukan sesuai standar auditing.

4. Sebagai pedoman dalam melaksanakan audit berikutnya.

Hubungan antara kertas kerja dengan Standar Auditing:

1. Kertas Kerja dengan Standar Umum

- Kertas kerja merupakan bukti latihan teknis dan kecakapan auditor yang ditunjukkan dengan pengetahuan auditor tentang PABU dan kemampuannya menerapkan prosedur audit yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. (Kompetensi)

- Kertas kerja memberikan simpulan yang menunjukkan independensi dan obyektivitas auditor. (Independensi)

- Kelengkapan kertas kerja membuktikan pelaksanaan audit secara cermat dan seksama. (Kecermatan dan keseksamaan)

2. Kertas Kerja dengan Standar Pekerjaan Lapangan

- Kertas kerja mendokumentasikan strategi audit yang diterapkan dalam perencanaan audit. (Perencanaan)

- Kertas kerja memudahkan koordinasi pekerjaan dilakukan dalam penugasan dan pemeriksaan pada setiap tingkat pengawasan. (Pengawasan)

- Kertas kerja berisi bukti dokumentasi pemahaman SPI klien. (Pemahaman SPI)

- Kertas kerja mendokumentasikan bukti-bukti yang diperoleh selama pelaksanaan audit. (Bukti audit kompeten yang memadai)

3. Kertas Kerja dengan Standar Pelaporan

- Kertas kerja memudahkan penyusunan laporan audit.

- Kertas kerja mendukung pendapat auditor yang diberikan dalam laporan audit.

- Kertas kerja meliputi bukti yang berkaitan dengan kesesuaian PABU, konsistensi, pengungkapan yang memadai dan pernyataan pendapat.

Empat teknik dasar pembuatan kertas kerja:

1. Pembuatan heading yang berisi nama klien, judul untuk mengidentifikasi isi kertas kerja, tanggal neraca atau periode audit.

2. Nomor indeks untuk memudahkan identifikasi dan referensi silang antar kertas kerja.

3. Tick marks / simbol-simbol yang digunakan auditor unuk membuat referensi penjelasan naratif, sifat dan luas pekerjaan yang dilakukan.

4. Pencantuman tanda tangan pembuat / penelaah, tanggal pembuatan / penelaahan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat kertas kerja:

1. Kelengkapan

- Berisi semua informasi pokok

- Tidak memerlukan penjelasan lisan sebagai tambahan

2. Ketelitian

- Bebas dari kesalahan penulisan dan penjumlahan

3. Ringkas

- Hanya berisi informasi pokok dan relevan dengan tujuan pemeriksaan

4. Kejelasan

- Tidak menggunakan istilah-istilah yang menimbulkan makna ganda

- Penyajiannya sistematis

5. Kerapian

- Mudah memperoleh informasi dari kertas kerja tersebut

Prinsip umum pembuatan dan penyimpanan kertas kerja:

1. Pembuatan kertas kerja harus mempunyai maksud dan tujuan yang jelas

2. Hindarkan pekerjaan salin-menyalin yang tidak perlu

3. Buktikan keterangan lisan yang diperoleh melalui pengajuan pertanyaan (inquiry)

4. Jangan meninggalkan satu pertanyaan tanpa ada jawaban yang jelas

5. Tuliskan segala masalah relevan yang ditemukan pada saat melaksanakan audit

Kertas kerja mengandung kecurangan jika tidak terdapat ciri-ciri berikut:

1. Kertas kerja membuktikan bahwa SPI telah diperiksa dan menunjukkannya apakah SPI klien lemah atau kuat

2. Kertas kerja memperjelas permasalahan yang dikemukakan pada waktu audit sebelumnya.

3. Satu kertas kerja mempunyai hubungan erat dengan kertas kerja lainnya dan menunjukkan dari dan ke mana suatu angka penyesuaian dipindahkan.

4. Kertas kerja menjelaskan prosedur audit yang diikuti auditor.

5. Kertas kerja membuktikan adanya pemeriksaan transaksi setelah tanggal neraca (subsequents events review)

6. Kertas kerja menjawab keingintahuan klien, menjelaskan masalah konfirmasi piutang dan analisis umur piutang, metode penentuan harga, metode depresiasi aktiva tetap, amortisasi aktiva tak berwujud, analisis audit.

Tipe kertas kerja:

1. Program audit

2. Working trial balance

3. Ringkasan jurnal penyesuaian dan jurnal reklasifikasi

4. Daftar pendukung

5. Daftar utama

6. Memorandum audit dan dokumentasi informasi pendukung

Sistematika susunan kertas kerja:

1. Draft laporan audit

2. Laporan keuangan auditan

3. Ringkasan informasi bagi penelaah

4. Program audit

5. Laporan keuangan atas neraca lajur yang dibuat klien

6. Ringkasan jurnal penyesuaian

7. Working trial balance

8. Daftar utama

9. Daftar pendukung

Pemilikan / penyimpanan kertas kerja:

1. Milik KAP, bukan auditor pribadi maupun klien

2. Bukan bagian / pengganti catatan akuntansi klien

3. Dijaga keamanan dan kerahasiaannya minimal selama sepuluh tahun

4. Tidak boleh diungkapkan kepada pihak lain tanpa ijin tertulis dari klien, kecuali dikehendaki oleh negara, hukum atau profesi

5. Disimpan secara teratur agar bisa tersedia dengan cepat dan mudah bila dibutuhkan

6. Disimpan dalam dua bentuk / jenis:

a. Arsip permanen (permanent file) untuk kertas kerja berisi informasi yang relatif tidak pernah mengalami perubahan

b. Arsip kini (current file) untuk kertas kerja yang hanya dipakai untuk suatu audit yang telah diselesaikan.

Isi arsip permanen:

1. Salinan AD / ADRT klien

2. Salinan surat penting yang berlaku dalam jangka panjang

3. Salinan norulen rapat direksi, dewan komisaris, pemegang saham, dan komite-komite yang dibentuk klien, sperti komite audit

4. Bagan organisasi

5. Pedoman akun dan prosedur pengendalian interen

6. Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk pokok perusahaan

7. Termin saham dan obligasi yang dikeluarkan

8. Skedul amortisasi utang jangka panjang dan depresiasi aktiva tetap

9. Ringkasan prinsip akuntansi yang dipakai klien

Manfaat arsip permanen:

1. Mengingatkan auditor mengenai informasi untuk audit yang akan datang

2. Memberi ringkasan informasi pada staf auditor yang baru pertama kali melakukan audit atas klien

3. Menghindari pembuatan kertas kerja yang sama pada audit tahun berikutnya

TUJUAN DAN BUKTI AUDIT

Tujuan umum audit:

Untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Tujuan audit spesifik ditentukan berdasarkan asersi-asersi yang dibuat manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurance)

Berhubungan dengan:

a. Apakah aktiva atau hutang suatu perusahaan benar-benar ada pada tanggal tertentu.

b. Apakah transaksi yang tercatat benar-benar terjadi selama periode tertentu.

2. Kelengkapan (completeness)

Berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun (rekening) yang semestinya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan.

3. Hak dan kewajiban (right & obligation)

Berhubungan dengan:

a. Apakah aktiva yang tercantum dalam laporan keuangan benar-benar merupakan hak perusahaan pada tanggal tertentu.

b. Apakah utang yang tercantum dalam laporan keuangan benar-benar merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.

4. Penilaian atau pengalokasian (valuation or allocation)

Berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva, hutang, pendapatan, dan biaya sudah dimasukkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.

5. Penyajian dan pengungkapan (presentation & disclosure)

Berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu dalam laporan keuangan sudah diklasifikasikan, dijelaskan dan diungkapkan secara semestinya.

6. Ketepatan administrasi (clerical accuracy)

Suatu keadaan berjalnnya kegiatan klerikal secara tepat sesuai system yang telah ditentukan.

Contoh tujuan audit spesifik untuk akun persediaan dalam perusahaan manufaktur seperti yang tercantum pada tercantum pada SPAP Seksi 326:

1. Asersi keberadaan dan keterjadian

a. Persediaan yang dicantumkan dalam neraca, secara fisik ada

b. Persediaan merupakan unsure yang disimpan untuk dijual dan digunakan dalam operasi normal perusahaan

2. Asersi kelengkapan

a. Persediaan meliputi semua produk jadi, bahan baku dan penolong, dan bahan habis pakai yang ada di tangan perusahaan.

b. Kuantitas persediaan meliputi semua produk jadi, bahan baku dan pemolong, dan bahan habis pakai yang dimiliki perusahaan yang masih dalam perjalanan maupun yang disimpan di laut perusahaan misalnya persediaan barang konsinyasi.

c. Daftar hasil perhitungan fisik persediaan dikompilasi dengan teliti dan totalnya telah dimasukkan ke dalam rekening persediaan.

3. Asersi hak dan kewajiban

a. Perusahaan memiliki hak milik sah secara hukum terhadap persediaan.

b. Persediaan tidak mencakup unsure yang telah ditagihkan kepada pelanggan atau dimiliki oleh pihak lain.

4. Asersi penilaian dan pengalokasian

a. Persediaan dinyatakan secara tepat pada harga pokok atau perolehannya, kecuali jika harga pasarnya lebih rendah.

b. Unsur persediaan yang lambat perputarannya (turn overnya rendah) berlebihan, rusah, dan using yang dimasukkan persediaan telah diidentifikasikan.

c. Persediaan dikurangi, jika semestinya demikian, ke harga perolehan penggantian (replacement cost) atau nilai bersih yang dapat direalisasikan.

5. Asersi penyajian dan pengungkapan

a. Persediaan diklasidikasikan sebagaimana mestinya dalam neraca sebagai aktiva lancer.

b. Golongan besar persediaan dan dasar penilaiannya diungkapkan secara memadai dalam neraca.

c. Persediaan yang digadaikan atau dititipkan ke pihak lain diungkapkan secara memadai.

Bukti / Evident:

Bukti konkret sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien

Evidential matters:

Hal-hal yang bersifat membuktikan

Hal-hal penting yang berkaitan dengan audit:

1. Kecukupan bukti audit

2. Kompetensi bukti audit

3. Dasar yang memadai atau rasional

4. Sifat bukti

5. Prosedur yang ada dapat dilakukan untuk menghimpun bukti

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit:

1. Materialitas

2. Risiko audit

3. Faktor-faktor ekonomi

4. Ukuran dan karakteristik populasi

Faktor Penentu Kompetensi Bukti

KOMPETENSI RENDAH

FAKTOR KOMPETENSI

KOMPETENSI TINGGI

Tidak relevan untuk mendukung pemberian pendapat

RELEVAN

Relevan untuk mendukung pemberian pendapat

Berasal dari dalam perusahaan

Pengendalian internal yang tidak memuaskan

Pengetahuan tidak langsung oleh auditor

SUMBER

Berasal dari luar perusahaan

Pengendalian internal yang memuaskan

Pengetahuan langsung oleh auditor

Bukti-bukti yang dapat dipakai selain pada tanggal neraca

WAKTU

Bukti-bukti yang hanya dapat dipakai pada tanggal neraca

Subyektif

OBYEKTIVITAS

Obyektif

Dua jenis bukti audit:

1. Data akuntansi yang mendasari (underlying accounting data):

a. Jurnal

b. Buku besar dan buku pembantu

c. Buku pedoman akuntansi

d. Memorandum dan catatan informal seperti neraca lajur, perhitungan dan rekonsiliasi.

2. Semua bukti atau informasi pendukung atau penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor:

a. Bukti fisik

b. Bukti konfirmasi

c. Bukti dokumenter

d. Bukti representasi atau pernyataan tertulis baik dari manajemen maupun dari spesialis

e. Perhitungan sebagai bukti matematis

f. Bukti lisan

g. Bukti analitis dan perbandingan

h. Struktur pengendalian interen

Empat prosedur / tindakan yang dapat diambil dalam menghimpun bukti audit seperti tercantum dalam Standar Pekerjaan Lapangan ketiga:

1. Inspeksi

2. Pengamatan

3. Pengajuan Pertanyaan

4. Konfirmasi

Empat hal yang perlu diketahui berkaitan dengan keputusan yang diambil auditor dalam proses pengumpulan bukti:

1. Penentuan prosedur audit

2. Penentuan besarnya sampel

3. Penentuan elemen tertentu yang harus dipilih sebagai sampel

4. Penentuan waktu pelaksanaan prosedur audit

Prosedur audit yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi penguat:

PROSEDUR AUDIT

PENERAPAN (ASERSI)

JENIS BUKTI

Inspeksi

Pemeriksaan fisik secara rinci terhadap dokumen atau kondisi suatu aktiva berwujud.

Bukti documenter atau bukti fisik

Observasi

Mengamati pelaksanaan suatu kegiatan

Bukti fisik atau visual

Konfirmasi

Mengirimkan surat konfirmasi pada pihak ketiga

Bukti konfirmasi

Wawancara / pengajuan pertanyaan (inquiring)

Mengajukan pertanyaan baik lisan maupun tertulis

Bukti representasi tertulis atau bukti lisan

Pengusutan (tracing)

Mengusut dari dokumen sumber sampai ke buku besar

Bukti documenter

Penelusuran (vouching)

Menelusuri dari pencatatan di buku besar sampai ke dokumen sumbernya

Bukti documenter

Penghitungan kembali (reperforming)

Mengulang kembali penghitungan klien

Bukti matematis

Perhitungan (counting)

Menghitung fisik kas / persediaan di perusahaan

Bukti fisik atau bukti dokumenter

Analisis

Melakukan prosedur analitis

Bukti analisis

Klasifikasi prosedur auditing:

1. Prosedur untuk memperoleh pemahaman struktur pengendalian interen

2. Pengujian pengendalian

3. Pengujian substantif

Bukti audit harus dievaluasi. Pengevaluasian harus obyektif, hati-hati dan menyeluruh. Evaluasi ini harus teliti lagi bila auditor menghadapi situasi audit yang mengandung risiko besar, seperti:

Situasi dengan risiko besar

Evaluasi

Pengawasan interen yang lemah

Auditor harus menemukan bukti-bukti lain yang dapat menggantikan bukti yang dihasilkan oleh system akuntansi dengan pengawsan yang lemah.

Kondisi keuangan klien yang tidak sehat

Auditor harus memeriksa lebih hati-hati pos-pos yang dapat digunakan untuk memperbaiki penampilan keuangan perusahaan.

Manajemen yang tidak dapat dipercaya

Auditor perlu menimbang kembali penugasan yang diberikan padanya jika manajemen tidak dipercaya, karena laporan keuangan merupakan pernyataan manajemen yang dihasilkan oleh manajemen juga.

Penggantian KAP

Auditor perlu mengetahui alaan pergantian KAP, terutama jika diakibatkan perselisihan yang tak terselesaikan mengenai laporan keuangan antara auditor lama dengan klien.

Perubahan peraturan perpajakan

Auditor perlu memeriksa apakah terjadi perubahan prinsip akuntansi yang dipakai perusahaan dengan tujuan untuk memperkecil pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan.

Usaha bersifat spekulatif

Auditor perlu memeriksa masalah ketidakpastian dan kemampuan klien untuk melanjutkan usahanya.

Transaksi yang kompleks

Auditor harus memeriksa transaksi dengan jauh lebih hati-hati lagi.